Peninggalan- peninggalan Kebudayaan Buddha
Candi Badut
![](file:///C:/Users/PURBAF~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Candi Badut
merupakan peninggalan Prabu Gajayana, penguasa di Kerajaan Kanjuruhan. Candi
ini diperkirakan memiliki usia lebih dari 1400 tahun, didirikan pada tahun 760
Masehi.
Candi Badut berasal
dari bahasa sansekerta yaitu bha-dyut yang berarti sorot bintang canopus atau
sorot agastya. Candi ini pertama kali ditemukan oleh seorang yang berasal dari
Belanda yaitu Maureen Brencher. Pertama kali ditemukan, candi ini terlihat hanya
gundukan bukit batu, reruntuhan, serta tanah. Namun, setelah dilakukan
pemugaran, ternyata bangunan candi itu memang sudah runtuh, yang tersisa hanya
bagian kaki. Sisa-sisa dari candi ini ada beberapa arca, yakni arca Ganesha,
arca Agastya, serta arca Mahakal dan Nadiswara. Hanya arca Durga
Mahesasuramardhini saja yang tersisa.
Candi ini pernah
direhab sebanyak dua kali pada tahun 1925-1926 dan 1990-1991. Kini, candi
tersebut dijadikan tempat obyek wisata yang memiliki denah persegi. Selain itu
di candi ini sering diadakan upacara keagamaan bagi pemeluk ajaran agama
Hindhu.
Candi Badut
![](file:///C:/Users/PURBAF~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg)
Situs candi Jago
adalah salah satu candi peninggalan kerajaan Singhasari yang terletak di desa
Jago, kecamatan Tumpang, sekitar 22 Km dari arah kota Malang.
Pada awal mulanya, candi ini bernama Jayaghu
dan merupakan salah satu candi pendarmaan atau makam bagi Maharaja
Wisnuwardhana. Namun, jika dilihat dari bentuk arsitekturnya, candi ini
memiliki unsur arsitektur dan pengaruh dari Majapahit. Hal ini bisa di telisik
dari bukti sejarah bahwa pada tahun 1272 Saka atau 1350 Masehi, candi ini
pernah diperbaiki oleh Adityawarman dan mengalami beberapa pemugaran pada kurun
waktu akhir Majapahit di pertengahan abad ke 15.
Dilihat dari bentuk arsitekturnya, Candi Jago
memiliki persamaan bentuk dengan punden berundak yang merupakan ciri bangunan
religi dari zaman megalithikum yang mengalami kebangkitan kembali pada massa
akhir majapahit. Pada keseluruhan bangunan memiliki panjang sekitar 23,71 M,
lebar 14 M dan tinggi 9, 97 M. Karena pengaruh waktu, candi Jago telah
mengalami banyak perubahan dan tidak utuh lagi. Meskipun demikian, pesona dan
kewibaan era masa lampau masih bisa terlihat dengan jelas saat mengunjungi
candi ini.
Candi Ngawen
![](file:///C:/Users/PURBAF~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.jpg)
Terletak di tengah
permukiman penduduk di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Magelang, Jawa Tengah,
Candi Ngawen adalah candi Buddha peninggalan zaman Mataram Kuno.
Ditemukan Belanda tahun
1911, candi bercorak Buddha tersebut terdiri dari lima bangunan yang berderet
menghadap timur dan membentuk sebuah komplek. Terdiri dari dua candi induk dan
tiga candi apit. Kelimanya diapit oleh patung empat singa yang seakan menjaga
candi, yang kini tepat berada di simpang jalan aspal desa setempat. Ada pula
semacam gapura yang berjarak sekitar dua meter di depan gerbang masuk utama.
Candi identik dengan
relief. Dan, relief yang dapat ditemui di Candi Ngawen diantaranya menggambarkan
kisah tentang penghibur dewa kayangan yang dikenal dengan nama Kinnara Kinnari
dan relief dewa waktu Kalamakara.
Diperkirakan, Candi Ngawen
dulunya adalah bangunan suci yang pernah disebutkan dalam Prasasti Karang
Tengah pada tahun 824. Candi Ngawen dijuluki pula candi peralihan. Sebab
diperkirakan candi ini dibangun pada abad ke-8, saat Dinasti Syailendra
(Buddha) dan Dinasti Rakaipikatan (Hindu) berkuasa. Walaupun dibangun oleh dua
dinasti berbeda tetapi Candi Ngawen tetap dikategorikan sebagai candi Buddha.
Cirinya, terdapat stupa dan teras berundak yang merupakan simbol-simbol yang
dipakai oleh candi Buddha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar