Translate

Rabu, 29 Oktober 2014

Peninggalan- peninggalan Kebudayaan Buddha


Peninggalan- peninggalan Kebudayaan Buddha

Candi Badut


Candi Badut merupakan peninggalan Prabu Gajayana, penguasa di Kerajaan Kanjuruhan. Candi ini diperkirakan memiliki usia lebih dari 1400 tahun, didirikan pada tahun 760 Masehi.

Candi Badut berasal dari bahasa sansekerta yaitu bha-dyut yang berarti sorot bintang canopus atau sorot agastya. Candi ini pertama kali ditemukan oleh seorang yang berasal dari Belanda yaitu Maureen Brencher. Pertama kali ditemukan, candi ini terlihat hanya gundukan bukit batu, reruntuhan, serta tanah. Namun, setelah dilakukan pemugaran, ternyata bangunan candi itu memang sudah runtuh, yang tersisa hanya bagian kaki. Sisa-sisa dari candi ini ada beberapa arca, yakni arca Ganesha, arca Agastya, serta arca Mahakal dan Nadiswara. Hanya arca Durga Mahesasuramardhini saja yang tersisa.

Candi ini pernah direhab sebanyak dua kali pada tahun 1925-1926 dan 1990-1991. Kini, candi tersebut dijadikan tempat obyek wisata yang memiliki denah persegi. Selain itu di candi ini sering diadakan upacara keagamaan bagi pemeluk ajaran agama Hindhu.




Candi Badut



Situs candi Jago adalah salah satu candi peninggalan kerajaan Singhasari yang terletak di desa Jago, kecamatan Tumpang, sekitar 22 Km dari arah kota Malang.

 Pada awal mulanya, candi ini bernama Jayaghu dan merupakan salah satu candi pendarmaan atau makam bagi Maharaja Wisnuwardhana. Namun, jika dilihat dari bentuk arsitekturnya, candi ini memiliki unsur arsitektur dan pengaruh dari Majapahit. Hal ini bisa di telisik dari bukti sejarah bahwa pada tahun 1272 Saka atau 1350 Masehi, candi ini pernah diperbaiki oleh Adityawarman dan mengalami beberapa pemugaran pada kurun waktu akhir Majapahit di pertengahan abad ke 15.

 Dilihat dari bentuk arsitekturnya, Candi Jago memiliki persamaan bentuk dengan punden berundak yang merupakan ciri bangunan religi dari zaman megalithikum yang mengalami kebangkitan kembali pada massa akhir majapahit. Pada keseluruhan bangunan memiliki panjang sekitar 23,71 M, lebar 14 M dan tinggi 9, 97 M. Karena pengaruh waktu, candi Jago telah mengalami banyak perubahan dan tidak utuh lagi. Meskipun demikian, pesona dan kewibaan era masa lampau masih bisa terlihat dengan jelas saat mengunjungi candi ini.





Candi Ngawen


Terletak di tengah permukiman penduduk di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, Candi Ngawen adalah candi Buddha peninggalan zaman Mataram Kuno.

Ditemukan Belanda tahun 1911, candi bercorak Buddha tersebut terdiri dari lima bangunan yang berderet menghadap timur dan membentuk sebuah komplek. Terdiri dari dua candi induk dan tiga candi apit. Kelimanya diapit oleh patung empat singa yang seakan menjaga candi, yang kini tepat berada di simpang jalan aspal desa setempat. Ada pula semacam gapura yang berjarak sekitar dua meter di depan gerbang masuk utama.
Candi identik dengan relief. Dan, relief yang dapat ditemui di Candi Ngawen diantaranya menggambarkan kisah tentang penghibur dewa kayangan yang dikenal dengan nama Kinnara Kinnari dan relief dewa waktu Kalamakara.

Diperkirakan, Candi Ngawen dulunya adalah bangunan suci yang pernah disebutkan dalam Prasasti Karang Tengah pada tahun 824. Candi Ngawen dijuluki pula candi peralihan. Sebab diperkirakan candi ini dibangun pada abad ke-8, saat Dinasti Syailendra (Buddha) dan Dinasti Rakaipikatan (Hindu) berkuasa. Walaupun dibangun oleh dua dinasti berbeda tetapi Candi Ngawen tetap dikategorikan sebagai candi Buddha. Cirinya, terdapat stupa dan teras berundak yang merupakan simbol-simbol yang dipakai oleh candi Buddha.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar